Senin, 18 Juli 2011

TENAGA HONORER YANG BERKERJA DI INSTANSI SWASTA TIDAK MEMENUHI KRITERIA KATEGORI I MAUPUN KATEGORI II

Tumpak Hutabarat : Tenaga Honorer yang Berkerja di Instansi Swasta Tidak Memenuhi Kriteria Kategori I Maupun II

Senin, 11 Juli 2011 14:50

Audiensi DPRD Kabupaten Merangin ke BKN

Jakarta-Humas BKN, Kesedihan tampak dari wajah Laila dan Gina, dua orang honorer yang ikut hadir dalam audiensi antara anggota DPRD Kabupaten Merangin dengan BKN, Senin (11/7). Laila dan Gina sendiri merupakan tenaga honorer yang tidak lolos dalam database kategori I dan telah dilakukan verifikasi dan validasi oleh BKN dan BPKP pada 2010 lalu. Mereka merupakan wakil dari 32 orang honorer yang tidak lolos masuk data ketegori I. Kedatangan mereka ke BKN merupakan bentuk upaya untuk menyalurkan aspirasi nasib mereka yang difasilitasi oleh DPRD Kabupaten Merangin, BKD dan Asisten Sekretaris Daerah.

Anggota DPRD KabupatenMerangin (sisi kiri) diterima Pejabat BKN saat audiensi terkait permasalahan tenaga honorer di Kabupaten Merangin yang tidak masuk kategori I.

Para anggota Dewan ini diterima langsung oleh Kepala Bagian Humas Tumpak Hutabarat, Kepala Seksi Dalpeg III C Agus TK dan Fungsional Umum M. Reza Putra di Ruang Data lantai 1 Gedung I BKN Pusat Jakarta. Dalam pemaparannya, Anggota Dewan menyampaikan asprirasi para tenaga honorer yang tidak masuk dalam database kategori I dimana mereka terganjal kali pertama pada tahun 2005 dikarenakan masa kerja kurang dua hari untuk genap satu tahun pada 2005, dan kemudian terganjal lagi pada pendataan tahun 2010 dikarenakan bekerja bukan di instansi pemerintah. Lebih lanjut Para anggota dewan menjelaskan bahwa mereka (honorer-red) telah bekerja sejak tahun 2002. Dalam audiensi para anggota dewan mempertanyakan apakah masih dimungkinkan 32 tenaga honorer ini masuk dalam data untuk kategori I ataupun II karena SK pengangkatan ditandatangani Bupati Merangin dan sumber pembiayaan dari APBD Kabupaten Merangin.

Menanggapi hal itu, Tumpak Hutabarat menjelaskan bahwa BKN hanya melaksanakan kebijakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Terkait para honorer yang ada tersebut, kebijakan pemerintah menetapkan bahwa syarat akumulatif yang ditetapkan di antaranya mengharuskan honorer yang bersangkutan bekerja pada instansi pemerintah, sehingga apabila ada honorer yang bekerja di instansi swasta meskipun dibiayai oleh APBD, maka honorer tersebut tidak dapat masuk kategori I maupun II. Namun demikian, Tumpak Hutabarat menjelaskan bahwa saat ini pemerintah sedang menggodok RPP tentang pengangkatan tenaga honorer yang tercecer dan juga tentang pegawai tidak tetap (PTT) guna mengakomodir para tenaga honorer yang tidak dapat menjadi CPNS. “PNS bukanlah segala-galanya, dan mudah-mudahan ibu-ibu ini (honorer-red) mendapatkan kompensasi yang layak dengan RPP PTT yang akan dikeluarkan pemerintah,” pesan Tumpak Hutabarat pada tenaga honorer Kabupaten Merangin. (panyaruwe)

Sabtu, 15 Januari 2011

Honorer Yang Tidak Dibutuhkan Akan Diberhentikan !

Pemerintah berencana akan memberhentikan honorer yang tenaganya tidak dibutuhkan oleh instansi pemerintah. Meski begitu, karena sesuai dengan kemampuan keuangan Negara atau daerah yang melakukan pengangkatan sebelumnya.

Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan, pemerintah sudah memberikan solusi bagi tenaga honorer lama (bukan tenaga honorer baru, red) yang diangkat oleh pejabat pemerintah dan dibiayai bukan oleh APBN/APBD tapi bekerja di instansi pemerintah. Yaitu memberikan kesempatan mengikuti ujian tertulis. Bagi yang lulus ujian tertulis, akan diajukan pemberkasan ke BKN untuk ditetapkan NIP sebagai CPNS. Sedangkan bagi tenaga honorer yang tidak lolos dari seleksi administrasi dan ujian tertulis diberikan dua solusi.

“Pertama, apabila tenaganya masih dibutuhkan instansi pemerintah, diproses statusnya menjadi PTT (Pegawai Tidak Tetap). Kedua, bila tenaganya tidak dibutuhkan oleh instansi pemerintah, maka yang bersangkutan akan diberhentikan dan diberikan kompensasi sesuai kemampuan anggaran, “ kata Mangindaan.

Ditambahkan, kedua langkah ini dilakukan untuk mengatasi masalah honorer yang jumlahnya sangat banyak. Di samping untuk meningkatkan kualitas aparatur Negara agar lebih professional. “Pemerintah membutuhkan tenaga-tenaga muda yang siap bekerja dan cekatan. Kalau honorernya tidak bias menunjukkan kualitasnya, untuk apa dipertahankan karena ini akan menambah beban pemerintah sendiri, “ ujarnya.

Dalam tes tertulis, tiap honorer hanya dilakukan satu kali dan diikuti sesame tenaga honorer yang bersangkutan, untuk mengisi lowongan informasi. Itupun syarat usia honorernya sekurang-kurangnya 19 tahun dan tidak lebih dari 46 tahun per 1 Januari 2006. “Sebelum mengikuti seleksi tertulis, honorernya harus melalui tahapan seleksi administrasi dulu. Yang lulus seleksi administrasi, bias mengikuti tes tertulis, “ ucapnya. (sumber : cpnsindonesia.com)